Banyak cara untuk
menyampaikan pesan. Dan terdapat aneka ragam bahasa untuk berkomunikasi. Bahkan
berdiam seribu bahasa pun sering lebih efektif untuk mengungkapkan sikap.
Siti Maryam, ibu Nabi
Isa a.s., diperintah Allah berdiam atau menggunakan simbol untuk menyampaikan
pesan (QS 3:41 dan QS 19:26). Terkadang aksi mogok makan dilakukan sebagai
bentuk protes. Ummu Kultsum, penyair tenar Mesir,pernah mengalunkan lagu
gubahan Ahmad Syauqi yang menggambarkan bahwa bahasa terkadang tidak seampuh
lirikan mata untuk menyampaikan asmara. "Ampuh ungkapan bahasa, namun
tatapan mata yang menyala lebih ampuh untuk mengekspresikan cintaku pada
kekasih,"kata Syauqi.
Diantara sekian banyak
sarana komunikas, linangan air mata atau tangis merupakan pesan yang sangat
dalam. Kita dapat bertanya pada diri kita masing-masing, kapan terakhir kali
kita menangis? Dan mengapa kita menangis?
Mecucurkan air mata
bukan semata monopoli anak kecil atau kaum wanita. Manusia-manusia agung pun
mencucurkan air mata. Dalam sirah (biografi) Nabi Muhammad Saw. diriwayatkan
bahwa beliau mencucurkan air mata saat mencium putranya Ibra-him, ketika
putranya itu menghembuskan napasnya yang terakhir.
Melihat air mata Nabi
yang tak terbendung, Abdurahman bin Auf, tercengang dan berkata "Engkau
juga menangis, wahai Rasul."
Nabi menjawab,
"Ini adalah rahmat Tuhan." Lalu beliau bersabda, "Air mata
berlinang, hati terkoyak-koyak kesedihan, namun kami tidak akan berkata kecuali
yang diridhai Allah. Wahai anakku Ibrahim, sungguh kami sedih atas perpisahan
ini."
Nabi Isa a.s. pun
menangis. Menurut riwayat Perjanjian Baru (St. John), Mary dan Martha meminta
kedatangan Yesus untuk mengobati saudara mereka, Lazarus. Ketika Yesus tiba,
Mary meninggal. Menurut St. John, perasaan Yesus sangat tergangu dan sedih
sampai beliau mencucurkan air mata.
Pertama-tama kita harus
sadari bahwa menangis adalah kenyataan biologis. Ia berfungsi sebagai sistem
pembersih kornea mata. Jika air mata mengendap di balik mata, alat penglihatan
akan terganggu. Binatang pun menangis, tapi mungkin hanya manusia yang
mengaitkan cucuran air mata dengan respons emosional. Ahli-ahli ilmu jiwa
mendeteksi bahwa mereka yang sering menangis, terutama anak-anak kecil, lebih
sempurna mencapai keinginannya ketimbang yang jarang menangis.
Manusia adalah makhluk
yang peka dan acap menangis. Ia menangis ketika disakiti, ketika takut, sedih,
ingin dikasihani, dan bahkan apabila ia bahagia. Masih dalam lingkup menangis,
manusia terkadang mengeluarkan air mata buaya jika hendak mengelabui atau
menipu. Oleh karena itu kita perlu untuk memahami bahasa air mata. Bahasa ini
terkadang lebih jelas dari bahasa kata-kata. Ia mempunyai aturan-aturan
tertentu yang menghubungkan pikiran dan emosi melalui sarana yang sangat
canggih.
Menangis bersumber dari
suatu hal yang terletak jauh di dalam jiwa yang
terkait dengan sumber
spiritual manusia. Namun sayangnya manusia pada umumnya menggunakan standar
ganda dalam menghadapi budaya tangis. Hanya kaum Hawa yang dinilai wajar
menangis. Wanita akan diberi tempat layak apabila mencucurkan air mata pada
situasi tertentu. Sebaliknya, anak lelaki atau pria, rasa hormat akan diberikan
ketika mereka dapat menahan air mata.
Bahkan atribut
ketegaran sering diberikan kepada seorang wanita di kala ia menahan linangan
air mata. Padahal, kalau saja kita dapat memahami bahasa tangis, pandangan
sepihak atau standar ganda yang selama ini membentuk persepsi kita akan lambat
laun kita tanggalkan. Salah satu cara untuk mengoreksi kekeliruan tersebut
adalah dengan membedakan tipe-tipe tangis yang sangat bervariasi.
Variasi Tangis :
Air mata dapat melaju
karena faktor fisiologis. Mata terkena debu, aroma bawang, atas gas yang
mengandung bahan kimia.
Air mata juga dapat
keluar saat tingkat hormon tidak seimbang. Adapula air mata yang didorong oleh
kenangan yang mengesankan, yang indah atau yang buruk. Kita hidupkan
kenangan-kenangan tersebut melalui linangan air mata.
Lain lagi air mata yang
memberi rasa lega, yang berfungsi sebagai terapi untuk mengatasi rasa cemas
yang berkepanjangan.
Kitapun menangis akibat
tangisan orang banyak. Misalnya tangisan perkawinan, wisuda, atau memasuki masa
purnabakti. Air mata ini pertanda keakraban hubungan.
Air mata juga
melambangkan ekspresi rasa kehilangan, terutama bila yang hilang sangat berarti
bagi seseorang. Jangankan manusia, meninggalnya anjing kesayangan mantan
Presiden Amerika George Bush sangat membekas pada hati keluarga Bush, demikian
berita CNN.
Kematian tanpa cucuran
air mata dianggap anomali. Dalam kebudayaa Yunani,Cina, Timur Tengah, tradisi
wanita bayaran untuk meratapi jenazah masih berlaku sampai sekarang. Pada
saat-saat perpisahaan, air mata mengekspresikan rasa penghargaan dan mengundang
refleksi.
Depresi, frustasi, dan
putus asa juga membangkitkan laju air mata yang deras. Air mata yang keluar
saat itu sebagai akibat ketidakberdayaan, sangat menyayat hati. Ketika itu kita
benci melihat tetesan air mata.
Dilain pihak, kita
sering menangis karena tidak dapat membendung kebahagiaan. Ungkapan kata sangat
terbatas untuk menampung rasa bahagia yang begitu dahsyat, misalnya pada saat
kelahiran anak pertama, atau pada saat meraih keberhasilan yang didambakan.
Air mata simpati akibat kesedihan
yang diderita orang lain sering juga kita alami. Bahkan terkadang kita sengaja
mengeluarkan uang untuk mengundang air mata tersebut melalui pertunjukkan film.
Imajinasi kita dapat membangkitkan rasa haru yang disusul dengan tangisan
tersedu-sedu.
Adapula tangisan yang
bersifat manipulatif dengan cara mengundang simpati orang lain menunjukkan
penyesalan guna meringankan vonis atau hukuman. Yang paling pandai menggunakan
tangisan ini adalah anak-anak dan mungkin juga wanita, demikian Josepf Kottler
dalam bukunya The Language of Tears.
Agama dan Tangis :
Air mata yang tercurah
akibat penyesalan dosa, ketakutan akan siksaan Tuhan, atau kekhawatiran akan
nasib di hari kemudian, disamping kebahagiaan atas penemuan kebenaran &
kehampiran kepada Tuhan, kesemuanya mendapatkan tempat terpuji dalam perbendaharaan
bahasa kita suci. Dalam literatur tasawuf, sebelum kata "sufi" -
menunjukkan kelompok yang menekankan aspek spiritual dalam kehidupannya -
populer digunakan, kelompok tersebut diberi attribut al-bakkaa'uun yang berarti
"penangis atau suka menangis."
Kelompok ini -
dipelopori oleh Al-Hasan Al-Basri - tiap kali merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an
mereka menangis tersedu-sedu. Ketika surga disebut, mereka mencucurkan air mata
sambil berharap dapat memasukinya dan ketika siksaan neraka digambarkan mereka
pun menangis karena takut terjerumus ke dalamnya.
Pengalaman seseorang,
khususnya ditempat-tempat suci yang membangkitkan rasa syahdu dan khusuk, bisa
menyebkan air mata laju tak terbendung. Umat Yahudi, bahkan memiliki Wailling
Wall (Tembok Ratapan), tempat mereka meratap sambil memohon ampunan. Demikian
halnya umat Kristen ketika melawat ke Yerusalem, sambil mengenang kehidupan
serta perjalanan spiritual Yesus, air mata yang membasahi pipi terlihat
dimana-mana. Tidak ubahnya ketika umat Isalm berdiri di multazam (sisi kanan
hajar aswad di Ka'bah). Suasana syahdu yang dibarengi cucuran air mata dan
tangisan merupakan hal yang biasa. Belum lagi beraudiensi di makan Rasulullah
di Madinah, sambil mengucapkan salam dan penghargaan kepada beliau, suara tangis
terdengar walau dari kejauhan. Hal yang sama dapat dijumpai dihadapan makan
Imam Husein di Karbala, pengunjung bertangisan mengenang perjuangan beliau
meletakkan keadilan walau harus
mengorbankan jiwanya.
Sungguh, bahasa air
mata secara jelas menyampaikan pesannya. Dalam Al Qur'an kita jumpai kata-kata
menangis, atau cucuran air mata disebut beberapa kali.
Terkadang menggambarkan
kesedihan atas kematian (QS 44:29), atau kekhawatiran atas ancaman Tuhan (QS 53:60).
Terekam pula air mata saudara-saudara Nabi Yusuf a.s. saat mengelabui ayahnya
Nabi Yakub a.s. (QS 12:16).
Tangis sedu-lagi
khusyuk sebgai manifestasi iman dan kehampiran kepada Allah digambarkan dalam
Al-Qur'an Surat Al Israa'(17):107 dan Surah Maryam(19):58.
Disamping itu Al-Qur'an
menggambarkan betapa sebagian umat Kristen mencucurkan air mata saat
mendengarkan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Curahan air mata
dibarengi dengan kesaksian terhadap kebenaran wahyu illahi (QS 5:83). Tergambarkan
tangisan suatu kelompok yang bersedih hati karena harus tertinggal dari suatu
peperangan di jalan Allah (QS 9:92).
Mari kita merenung
bersama, apa yang menjadikan air mata kita melaju. Apakah hanya terbatas ketika
kita merasa sedih karena kehilangan, depresi karena frustasi, atau
ketidakberdayaan karena jalan buntu? Masih tertinggalkah tetesan air mata saat
mendengar peringatan Tuhan, atau mengenang perjuangan Rasul-Nya?
Semoga demikian
Disadur dari bulu :
ISLAM INKLUSIF Menuju
Sikap Terbuka Dalam Beragama
Karya : Dr. Alwi Sihab,
PhD
Cetakan IV, Rabi
'Al-Tsani 1419 / Agustus 1998, Penerbit Mizan bekerjasama denga ANTV.-
Follow us: @budikamila on Twitter | budi kamila on Facebook
ConversionConversion EmoticonEmoticon