Pertemanan Dalam Islam

S ecara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak
bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu
bukan berarti, seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang
menurut selera nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi diri. Manusia
selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan,
pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan yang jelas
dalam soal pertemanan.

Memilih Teman Yang Baik

Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah bersabda,
"Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari
kalian melihat siapa temannya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Makna hadits di atas adalah seseorang akan berbicara dan ber-perilaku
seperti kebiasaan kawannya. Karena itu beliau Shalallaahu alaihi wasalam
mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali
kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia
boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan
suka melanggar ajaran agama, kita harus menjauhinya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan
makan-anmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Ahmad dihasankan oleh
al-Albani)
Termasuk dalam larangan di atas adalah berteman dengan pelaku dosa-dosa
besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan
munafik.

Khathabi berkata, "Yang dimaksud dengan jangan memakan makananmu, kecuali
orang yang bertakwa adalah dengan cara mengundang mereka dalam suatu jamuan
makan. Sebab jamuan makan bisa melahirkan rasa kasih sayang dan cinta di
antara yang hadir". Adapun makanan yang memang dibutuhkan oleh mereka, maka
tidak apa-apa diberikan. Allah berfirman, artinya, "Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang
ditawan." (QS. Al-Insan: 8). Dan yang ditawan bisa saja adalah orang-orang
kafir.
Demikian juga dalam pergaulan yang sifatnya umum seperti bertetang-ga, jual
beli dan sebagainya, maka hukumnya masuk dalam hukum mua-malah, di mana
kita boleh bermuamalah dengan siapa saja, muslim maupun non muslim.

Cinta Karena Allah

Persahabatan yang paling agung adalah persahabatan yang dijalin di jalan
Allah dan karena Allah, bukan untuk mendapatkan manfaat dunia, materi,
jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalin untuk saling mendapatkan
keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut
telah sirna, maka persahabatan pun putus.

Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, tidak ada tujuan apa
pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan ridha Allah. Orang
yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
"Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, 'Di mana orang-orang yang
saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi
mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali
per-lindungan-Ku." (HR. Muslim)
Dari Mu'adz bin Jabalzia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "Wajib untuk
mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan
yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku."
(HR. Ahmad).

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu , diceritakan, "Dahulu ada seorang laki-laki yang
berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan
kepadanya, 'Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di
desa ini', jawabnya, 'Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?'
'Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla',
jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, "Sesungguhnya saya ini
adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah
mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia."

Ungkapkan Cinta Karena Allah

Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan, "Ada seorang laki-laki di sisi Nabi
Shalallaahu alaihi wasalam. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu.
Laki-laki tersebut lalu berkata, "Ya Rasulullah, sungguh saya mencintai
orang itu (karena Allah)". Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bertanya
"Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?" "Belum", jawab laki-laki
itu. Nabi bersabda, "Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya akan
mengokohkan kasih sayang di antara kalian." Lalu ia bangkit dan
memberitahukan, "Sungguh saya mencintai anda karena Allah." Maka orang ini
berkata, "Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya."
(HR. Ahmad, dihasankan oleh Al-Albani).
Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling mencintai karena Allah
adalah untuk terus melakukan evaluasi diri dari waktu ke waktu. Adakah
sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut dari berbagai kepentingan
duniawi?bersambung....

Previous
Next Post »