dari orang yang tertidur


Assalamualaikum
 Setelah saya membaca sebuah cerita saya cukup terdiam sejenak karena sebenarnya saya sendiri mengakui bahwa memang sangat sulit untuk bertobat yang sesungguh sungguhnya karena kadang hati ini lebih terturut pada keinginan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti yang saya terima. Mungkin dari cerita tersebut inti cerita yang bisa saya resapi adalah bahwa ALLAH itu maha pengampun dan betapapun besarnya dosa yang ada maka pengampunan itu akan selalu datang karena itu kebangetan sekali kalau kita malah bersenang senang dengan fasilitas pengampunan itu dan kadang lupa bahwa sesungguhnya kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil olehnya dan dalam keadaan bagaimana ( lagi tobat atau lagi bejat ).
Ada cerita dibawah : lumayan seru Wassalam Dahulu kala ada seorang pemuda yang menangis nangis didepan Nabi Muhammad SAW dan mengatakan bahwa dia telah melakukan suatu dosa yang sangat berat dan takut tidak diampuni oleh ALLAH SWT Dengan tenang Nabi muhammad mengatakan bahwa tiada dosa yang tidak mungkin tidak diampuni Si pemuda tetap menangis, dan berkata dosanya sangat berat sekaliiii. bertanya Nabi Muhammad : apakah engkau menyekutukan ALLAH (syrik) Pemuda : tidak ya nabi kemudian Nabi menanyakan semua dosa berat yang ada dan selalu dijawab tidak oleh sipemuda, kemudian Nabi berkata sesungguhnya ALLAH akan selalu mengampuni dosa hambanya yang bertaubat secara sungguh sungguh. Maka berceritalah sang pemuda : " Sesungguhnya aku adalah seorang penjaga makam disuatu tempat dan suatu hari dikuburkan seorang wanita yang cantik di kuburan tersebut dan secara tidak sadar terdorong oleh nafsu yang entah kenapa setelah malam hari kuburan itu ku bongkar dan akupun menggauli mayat wanita tersebut dan setelah selesai tanpa kusangka mayat wanita tersebut hidup kembali dan memaki maki diriku dan mengatakan apakah aku tidak malu dengan perbuatanku di mata ALLAH yang maha melihat dan maha Mengetahui " Mendengar itu marahlah sang NABI dan mengusir pemuda itu dengan penuh amarah dan berkata tiada akan pernah ada ampunan bagimu, pergilah si pemuda itu dan menangis tak kunjung henti disuatu padang pasir dan berkata habislah riwayatku Seorang NABI pun tidak mau mengampuniku, karena tangis yang tak kunjung henti itu ALLAH menurunkan wahyu pada NABI Muhammad yang berisi bahwa sesungguhnya apa yang ada dalam dunia ini adalah kehendak Nya dan sesungguhnya semua pengampunan datang dari Nya dan kemudian Nabi Muhammad menyadari kekeliruannya dan memerintahkan para sahabat untuk mencari pemuda tersebut dan setelah bertemu maka Nabi Muhammad berkata bahwa ALLAH maha pengampun dan akan mengampuni hambanya seberat apaun dosa yang dia lakukan asalkan BERTOBAT SECARA SUNGUH SUNGGUH DAN DARI NIATAN HATI YANG TULUS setelah selesai mendengar hal tersebut maka tenanglah hati sipemuda dan tak lama kemudian dia menghembuskan nafas terakhirnya. NB : Saya membaca cerita ini dari mana saya sendiri lupa dan kalau ada ceritanya yang tidak sesuai dengan buku yang saya baca, mungkin rekan rekan ada yang membaca pula ( tolong dibenarkan ) sekali lagi niat saya hanya ingin membagi cerita yang saya baca dengan tujuan agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT tidak ada maksud lain. dari Orang yang tertidur MABRUK, DIRI YANG MERASA TERBUANG > > > Setelah gelas yang berisikan arak bermutu rendah itu > tereguk habis, lelaki itu menangis. Dia terisak menyesali perbua- > tannya. Bibirnya bergetar memohon ampunan Tuhan. "Aku bertobat, > ya Tuhanku. Aku berjanji takkan mengulanginya. Aku mohon > ampunan-Mu." > > Namun, baru saja ia mengakhiri pintanya, tanpa sadar tan- > gannya telah menuang segelas lagi. Tenggorokannya kembali basah > oleh arak. Setelah itu ia terisak kembali, memohon ampunan-Nya. > > "Ini yang terakhir, ya Tuhanku. Ampunilah...Aku bertobat. > Aku akan berjalan pada ajaran agama-Mu." > > Kelemahannya demikian kuat menguasai dirinya. Setiap kali > ia menyadari kekeliruan perbuatannya, maka kelemahannya demikian > kuat membentenginya. Itulah yang terjadi pada diri Syekh Mabruk > yang tak pernah berhenti ingin bertobat, namun selalu terkalahkan > oleh hawa nafsunya. > > "Syekh", demikianlah orang-orang menjulukinya sebagai > ejekan atas perbuatannya. Usianya 60 tahun, namun kondisi fisik- > nya memberi kesan seakan usianya telah seratus tahun lebih. Tua, > dan tampak rapuh. > > Ia ditemukan sewaktu bayi di pinggiran kaki lima dengan > hanya terbungkus sepotong kain. Kemudian rumah yatim piatu adalah > tempat ia dibesarkan. Setelah itu ia ditampung di tempat anak- > anak nakal. > Hampir semua kejahatan pernah ia lakukan. Ia seakan > berenang di dalamnya. Hingga tak heran jika hidupnya diwarnai > dengan keluar masuk penjara. > > Itulah hari-hari Syekh Mabruk, hingga berakhir dengan > penjaga kubur. Demikian akrab ia dengan dunia barunya. Ia makan, > minum dan tidur bersama mayat-mayat. Pada pagi hari ia merupakan > seorang penjaga kubur yang baik. Namun begitu malam tiba, ia ber- > balik menjadi penjual mayat segar kepada para mahasiswa kedok- > teran dengan imbalan yang hanya bisa dipakai sebagai pembeli arak > bermutu rendah, agar bisa mabuk demi menghilangkan impian buruk- > nya. > Meskipun demikian, Mabruk termasuk penjahat yang memiliki > kekhususan tersendiri. Ia seorang penjahat yang layak untuk di- > kasihani. Ia selalu menangisi perbuatannya yang tak pernah bisa > ia tinggalkan. Ia merasa malu pada Tuhannya. Hal itu dikesankan > pada wajahnya yang senantiasa tertunduk. Batinnya seakan berkata > bahwa tidak berhak orang sepertinya menerima kehangatan mentari, > begitu juga menghirup udara bersih dan memasukkan makanan yang > baik ke perutnya. > > Sebenarnya ia tak pernah bergairah untuk berbuat dosa, > jika bukan karena desakan memaksa. Setiap saat ia berupaya untuk > menghindar dari segala macam kejahatan. Ia telah mencoba beris- > tiqomah. > Mabruk berusaha sebatas kemampuannya untuk mengalahkan > wataknya, namun wataknya dengan kuat berhasil menguasainya kem- > bali. Telah dicoba untuk menekan kelemahannya, namun kelemahannya > kembali menekan dirinya. > > Akhirnya...Mabruk terisak-isak, merasa sebagai kumpulan > yang terbuang. Kemudian ia berusaha melupakan semua yang dialami- > nya dengan tetes demi tetes, gelas demi gelas minuman arak. Kian > banyak ia minum, kian terkapar ia di lembah kehinaan. > > Mabruk merasa, Tuhan selalu mengincarnya. Entahlah dari- > mana muncul perasaan itu. Yang jelas, ia senantiasa menggeliat > resah di antara incaran mata Tuhan yang senantiasa terjaga. Ia > merasa jijik terhadap dirinya sendiri. Perasaannya itu demikian > melekat pada dirinya bagaikan jalannya pernafasan yang tak pernah > bisa dilepaskan dari dirinya. Tak beda dengan seekor kecoa yang > jatuh di cairan perekat, di mana setiap ia bergerak untuk melo- > loskan diri, semakin tenggelam ia ke dalamnya. Keputusasaan bukan penyelamat dari bahaya maut, bukan > pula jalan keluar dari sebuah persoalan. Itulah sebabnya Mabruk > yakin, bahwa betapapun besar dosa yang ada pada dirinya, pasti > ampunan Tuhan akan lebih besar lagi. Sesungguhnya Allah tidak > merasa beruntung akan ketaatan kita, dan tidak pula merasa rugi > atas perbuatan dosa kita. Tuhan Maha Kaya terhadap diri-Nya di > alam semesta ini. Tuhan Maha Kuasa Rahmat dan Pengetahuan-Nya. > Yang Maha Pemberi tanpa pernah memerluakan bantuan dari siapapun. > Semuanya membutuhkan-Nya. Semuanya miskin di hadapan-Nya. > > Keyakinan itu membuat Mabruk tidak pernah berhenti > menangis. Tidak pernah absen menanti terbukanya pintu rahmat, > walau ia tahu kedua tangannya berlumurkan dosa. Semua orang > mengetahui sejarah hidupnya. Di antara mereka ada yang mengejek, > namun lebih banyak yang merasa prihatin akan nasib Mabruk yang > memang kurang beruntung. > > Ada beberapa orang yang datang dengan memohon pada Syekh > Mabruk agar mendoakannya. Lalu ia menjawab permohonan mereka den- > gan cucuran air mata, "Syekh Mabruk mendoakan kalian?! Ah... > Apakah kalian belum tahu? Aku ini bukan Syekh, bukan pula Mabruk > yang artinya diberkati." Setelah itu ia menangis terisak-isak. > Dengan gemetar tangannya merogoh saku baju gamisnya untuk > mengeluarkan botol arak dari dalamnya. Air matanya mengalir deras > di pipinya tereguk bersama-sama arak, kemudian ia berlari menuju > ke lorong makam yang gelap, memohon ampunan dan maghfirah dari > Tuhannya. > > * * * > > Suatu hari, pagi-pagi sekali, Haji Ibrahim datang menemui > Syekh Mabruk dan memberinya tugas untuk membuka pintu makam > keluarga. Ini untuk putranya untuk kelima kalinya. Setiap tahun, > kesedihan Haji Ibrahim selalu terulang. Karena setiap kali ia > dikaruniai seorang putra, maka tidak begitu lama permata hatinya > itu hidup. > > Syekh Mabruk merasa terharu. Ia seakan dalam menyelami > betapa hancurnya hati ayah yang berulang kali mendapat musibah > itu. Ia seakan ikut larut dalam kesedihan ayah yang malang itu. > > "Ini putraku yang kelima. Sementara putriku yang masih > hidup menderita lumpuh sejak beberapa bulan yang lalu. Hanya den- > gan bantuan kursi roda ia bisa sedikit bergerak. Dokter yang > menanganinya telah berkata padaku, bahwa tak ada harapan hidup > lebih lama lagi bagi putri satu-satunya. Tak ada obat yang dapat > menyembuhkan penyakitnya. Kami hanya bisa menunggu waktu. Seben- > tar lagi kau akan menggali sebuah liang kubur lagi untuknya, pu- > triku satu-satunya. Ya Tuhan, sebentar lagi akan menyusul lagi ke > haribaan-Mu. Ya Rabbi, rahmat-Mu yang kunanti..." > > Ayah yang malang itu kemudian merebahkan kepalanya ke > dada Syekh Mabruk. Ia menangis seperti seorang anak yang kehilan- > gan kedua orang tuanya dalam waktu yang bersamaan. Hati Syekh Ma- > bruk koyak. Sedih. Dengan air mata yang mengalir deras, Haji > Ibrahim berkata: "Aku mohon, doakanlah putriku agar ia pulih kembali, > wahai Syekh Mabruk. Semoga karena bantuan doamu, Tuhan lalu > menyembuhkannya." > > Syekh Mabruk menanggapi permohonan Haji Ibrahim, dengan > agak sinis: "Sesungguhnya engkaulah yang pantas mendoakannya > daripada aku. Kau sudah haji. Sudah berkunjung ke makam Nabi. > Sedang aku?! Aku hanya berkunjung dari penjara ke penjara dan > rumah pemeliharaan anak-anak nakal. Ketaqwaan pada Tuhan telah > kau saksikan. Bagaimana aku bisa mengangkat wajah memohon doa un- > tuk orang lain kepada Tuhanku?" > > Namun Haji Ibrahim mengulang kembali permintaannya dengan > menangis. "Sampai parau suaraku memohon doa. Telah kulakukan > shalat dan puasa, namun langit belum menyambut doaku. Aku mohon > engkau dengan sangat, doakanlah putriku satu-satunya, wahai Syekh > Mabruk. Allah lebih mengetahui isi hati manusia. Demi Allah, > doakanlah putriku. Jangan engkau tolak permohonan ayah yang > malang ini..." Haji Ibrahim kembali terisak. Betapa hancur hati > Mabruk melihatnya. > > Tiba-tiba...Syekh Mabruk menadahkan kedua tangannya > tinggi-tinggi dengan penuh kesungguhan, walaupun wajahnya lebih > berkesan seperti orang yang menahan malu menatap ke hadapan > Tuhannya. Dengan segala kerendahan hati dan di antara derai air > matanya, ia memanjatkan doa kepada Tuhannya. > > "Ya Rabbi, sembuhkanlah ia, karena tiada yang dapat > menyembuhkan kecuali Engkau. Ya Tuhan, berilah ia kesehatan, > karena tiada yang bisa memberi kesehatan kecuali Engkau, ya > Tuhan..." > > Setelah Mabruk menyelesaikan doanya, tanpa terasa kedua > orang itu bertangisan. Suatu peristiwa yang belum pernah mereka > alami sejak kelahirannya. Tak lama kemudian mereka berpisah. > > * * * > > Keesokan harinya, Haji Ibrahim datang ke perkuburan men- > cari Syekh Mabruk. Ia mencari ke segenap penjuru, namun Syekh Ma- > bruk masih belum juga ia temukan. Haji Ibrahim mencoba bertanya > pada orang-orang yang berpapasan dengannya, "Di mana Syekh Ma- > bruk? Tunjukkan padaku di mana ia berada! Putriku telah sembuh > dari lumpuhnya. Ia bisa berdiri dari kedua kursi rodanya dan te- > lah bisa berjalan sendiri. Dokter mengatakan peristiwa itu > sebagai suatu mu'jizat. Kini aku mencari Syekh Mabruk, di mana > aku bisa menemuinya?! Katakan, dimana?!" > > Namun, sesungguhnya Haji Ibrahim tidak mengetahui. Fajar > tadi, Syekh Mabruk telah berpulang ke rahmatullah. Ia meninggal > setelah selesai mengucap permohonan ampunannya, sebagaimana yang > biasa ia lakukan sesaat sebelum tidur. Mabruk senantiasa memohon > kepada Tuhannya: > > "Tuhanku, ampunilah aku. Tiada yang bisa mengampuni sega- > la dosaku, kecuali Engkau. Tuhanku, betapapun banyak > dosaku, semuanya takkan membawa kerugian bagi-Mu. Dan be- > tapapun banyak ketaatanku, takkan membawa manfaat sedik- > itpun bagi-Mu, ya Tuhan. Engkau Maha Kaya berkuasa di alam > semesta ini. > > Tuhanku, betapapun besar dosaku, ampunan-Mu lebih agung > dari semua itu. Betapapun besar kejahatanku, ihsan-Mu le- > bih besar dari semua yang ada. > > Maha Suci Engkau ya Tuhan, begitu luas rahmat dan > pengetahuan-Mu. Kasihanilah ya Tuhan karena kelemahanku > dan ketidakmampuanku ini. Engkau telah berfirman bahwa > manusia diciptakan dengan sifat lemah. > > Ya Tuhan, terimalah dan tempatkanlah aku bersama golongan > yang suka merendah diri dan selalu takut pada-Mu. > > Ya Tuhanku, Engkau Tuhan dan aku hamba-Mu. Engkau wujud > dan aku tiada. Maha Suci Engkau, aku tidak pernah memi- > liki dan berkuasa terhadap diriku sendiri, walau sedikit > pun. > > Ya Tuhanku, kuserahkan diriku pada-Mu. Kuserahkan segala > kelemahanku pada-Mu. Kuserahkan hidupku pada-Mu. Tiada > yang lebih mampu dan kuat kecuali Engkau ya tuhan. > > Karena Engkau, aku hidup. Karena Engkau, aku mati. Karena > Engkau, Kau bangkitkan aku kembali. Karena Engkau, kuter- > ima pengampunan. Dan karena Engkau aku dapat memasuki > jannah-Mu..." > > Denyut nafas Syekh Mabruk satu persatu keluar, lalu ter- > bang ke langit menyambut datangnya fajar dan adzan Subuh. hidup- > nya diserahkan kembali pada Tuhannya. > > Dan berakhirlah kisah seorang manusia dari kumpulan ter- > buang yang banyak berbuat kejahatan, namun selalu mencoba men- > dekatkan dirinya kepada Tuhannya. Sudah tentu, ia akan lebih baik > daripada mereka yang selalu merasa paling taat, tapi kelewat som- > bong dengan ketaatannya itu. > > Seorang yang diampuni Tuhan, karena ia tahu menempatkan > dirinya. Meskipun ia berasal dari kumpulan yang terdampar. Meski- > pun ia keluar dari pintu-pintu sempit, lorong-lorong menjepit.... > > * * * * * > > ----------------------------------------------------------------- > dari : Nuqthah Al-Ghalayaan > (Titik jenuh liku-liku kehidupan) > oleh: Dr.Mustafa Mahmud > ----------------------------------------------- --------- End Forwarded Message ---------
Previous
Next Post »